Inikah Orientasi Doa Kita?

Oleh Muhammad Adi Riswan Al Mubarak*

Pagi itu, selepas Subuh, suasana rumah masih hening. Angin pelan menyusup dari jendela yang sengaja dibuka lebar. Iseng kuraih sebuah radio kecil berwarna merah di rak buku di samping pintu kamar. Kuklik power on, pindah ke mode radio dan angka 107.1 FM muncul di layar digital. Suara lembut namun tegas memenuhi ruangan, ternyata rekaman suara pengajian Tuan Guru H. Muhammad Bakhiet sedang disiarkan. Suaranya khas penuh wibawa, menyusup lembut ke hati. Beliau sedang membahas tentang doa, sebuah permohonan yang kita tautkan kepada Allah, doa bukan sekadar doa sebagai permohonan, ia membagi doa menjadi empat macam, yaitu dari yang sangat jelek hingga yang sangat baik.

Sambil beraktifitas ringan kusimak penjelasan tentang doa itu. Menurut Tuan Guru doa yang sangat jelek, kata beliau, adalah doa untuk maksiat, doa yang melawan perintah Allah. Seperti mendoakan agar rumah tangga orang lain hancur karena kita ingin merebutnya. Atau mendoakan keselamatan bagi orang yang terang-terangan memusuhi Allah.

Lalu ada doa yang jelek, doa yang bukan untuk ketaatan. Doa untuk jualan supaya laku, untuk dagangan supaya ramai, untuk jabatan supaya terangkat. “Kenapa jelek?” kata Guru. “Karena itu bukan yang Allah suruh kita minta.” Yang Allah perintahkan adalah mintalah rezeki yang halal, yang luas untuk beribadah.

Kemudian, doa yang baik adalah ketika kita memohon kemudahan untuk beribadah. Agar salat terasa nikmat, agar bangun malam dimudahkan, agar lidah ringan untuk berdzikir.

Kemudian doa yang paling tinggi doa orang-orang arif. Mereka yang berdoa hanya untuk menjadi hamba Allah. Mereka tak sibuk meminta dunia, tak juga sibuk meminta surga. Yang mereka pinta adalah untuk menjadi hamba Allah dan menunaikan hak-hak Allah yang ada dalam dirinya.

Karena, kata Guru Bakhiet, jika Allah telah menjadikan kita hamba-Nya, maka semua kebaikan akan datang menyusul. Bahkan ibadah yang kita lakukan dalam satu malam, nilainya bisa menyamai ibadah orang yang berjuang fi sabilillah.

Penjelasan Tuan Guru memunculkan pertanyaan yang perlu direnungkan bersama. Apa isi doa-doa kita selama ini? Sudahkah isinya tentang taat, tentang mendekat, tentang memperbaiki hati? Atau lebih sering tentang kelancaran rezeki, kesuksesan dunia, keberhasilan yang bersifat sementara?

Bukan berarti salah untuk minta kemudahan hidup, tapi mengapa begitu jarang kita memohon untuk hal yang lebih tinggi agar hati didekatkan kepada Allah, agar salat terasa nikmat, agar hidup menjadi ladang ibadah, dan agar langkah-langkah kita dipakai untuk sesuatu yang Allah ridai?

Mungkin inilah saatnya mulai belajar membenahi arah doa, meminta bukan hanya demi dunia yang nyaman, tapi agar hidup lebih bermakna di hadapan Allah. Tidak sekedar sebuah rengekan kita kepada Allah, tapi sebuah cerminan keyakinan kita sebenarnya, kepada siapa hati ini bergantung, dan untuk apa hidup ini dijalani.

Jika hari ini kita mulai mendoakan agar bisa menjadi hamba-Nya yang sebenar-benarnya, maka itu sudah langkah terbaik menuju segala kebaikan yang lainnya.

Wallahu a’lam.

*Kepala Bagian Promosi dan Komunikasi Publik BAZNAS Kalsel

Leave a Reply