Banjarmasin, 6 Agustus 2025 – “Dengan menjahit, saya bisa bantu kurangi beban pengeluaran keluarga.” Kalimat sederhana itu meluncur dari Mahrita, seorang ibu tangguh yang tinggal di sebuah rumah kayu di Jalan 9 Oktober, Gang Moroseneng, RT 11 RW 2, Kelurahan Pekauman, Banjarmasin Selatan. Di rumah bercat pudar dengan dua kamar itu, ia menggerakkan roda ekonomi keluarga melalui usaha kecil yang ia beri nama Penjahit Mama Bana.
Di teras rumahnya, beberapa contoh gorden hasil jahitannya digantung rapi. Tak ada spanduk usaha, tapi hasil kerjanya cukup menarik perhatian tetangga sekitar. Mahrita melayani pesanan taplak meja, permak pakaian, dan jahitan rumah tangga lainnya. Suaminya bekerja sebagai buruh disebuah pengusaha meubel, dengan penghasilan yang tidak tetap. Sedangkan Mahrita harus tetap menghidupi keluarga, termasuk anaknya yang kini duduk di sekolah menengah atas
Sebelum mendapat bantuan dari BAZNAS Kalsel, Mahrita menjalani usaha dalam keterbatasan. Modal nyaris tidak ada, alat jahit pun kerap harus dipinjam dari orang lain. “Dulu sempat tidak bisa produksi, karena tidak punya bahan. Menjahit pun kadang harus umpat (ikut) ke tempat orang,” ujarnya.
Harapan baru datang melalui program Micropreneur Mustahik Naik Kelas 2024 dari BAZNAS Provinsi Kalimantan Selatan. Bantuan modal usaha yang ia terima menghidupkan kembali semangat berusaha.
“Setelah dapat bantuan, saya tidak lagi bingung memikirkan perputaran dana. Sekarang tinggal menunggu konsumen saja,” kata Mahrita sambil merapikan kain-kain pesanan konsumen. Bantuan itu ia gunakan untuk membeli bahan dan memproduksi kembali taplak meja serta menerima jasa permak baju. Dalam sepekan, ia kini bisa menjahit hingga enam taplak, jauh lebih produktif dibanding sebelumnya.
Program Micropreneur Mustahik Naik Kelas sendiri merupakan upaya BAZNAS Kalsel untuk mendorong para mustahik yang memiliki usaha kecil agar bisa mandiri secara ekonomi. Bantuan diberikan dalam bentuk dana modal, pendampingan, hingga pembinaan usaha.
“Saya ingin usaha ini tetap berjalan. Siapa tahu ke depan saya bisa punya mesin sendiri, dan tempat jahit yang lebih layak,” harapnya.
Di tengah kesederhanaan rumah kayunya, Mahrita terus menjahit harapan demi harapan, benang demi benang, taplak demi taplak. Bukan hanya untuk dapur yang tetap ngebul, tapi juga untuk masa depan anak dan usaha kecil yang ingin ia besarkan dengan tangan sendiri.