Oleh Muhammad Adi Riswan Al Mubarak*
Pertengahan Juli kemarin, saya turun ke lapangan untuk melihat langsung kehidupan para penerima manfaat program pendayagunaan dari BAZNAS Kalimantan Selatan. Salah satunya adalah pasangan suami istri. Suriadi Rifani dan istrinya, Dewi. Mereka menggeluti usaha jualan wadai khas Banjar.
Waktu duduk santai dengan Suriadi sambil tangannya cekatan memasukkan roti olahannya ke dalam oven, ceritanya mengalir panjang. Tentang usaha yang mereka jalankan bersama, tentang naik turunnya kehidupan, tentang masa-masa hampir menyerah karena musibah datang bertubi-tubi. Sampai satu titik, dia mengaku pernah menjual sebagian pakaiannya demi bisa tetap bertahan hidup. Tapi dari situ pula semangatnya bangkit. Diuji, tapi tidak berhenti. Pelan-pelan jalan terbuka dan lewat bantuan kedua dari BAZNAS Kalsel, usahanya bisa berkembang lagi.
Sekarang, dia sudah bisa menyekolahkan anaknya sampai ke tingkat SMA. Cicilan rumah yang sempat tertunggak pun mulai bisa dibayar. Tapi bukan cerita itu yang paling berkesan bagi saya melainkan satu kalimat sederhana yang dia ucapkan di akhir obrolan kami siang itu.
Waktu diminta menyampaikan pesan buat pelaku UMKM lain, dia tidak langsung bahas soal strategi bisnis atau bagaimana cara menaikkan omset. Dia bilang, “Yang penting jangan tinggal salat. Kalau udah dengar azan, ada panggilan ‘hayya ‘alal falah’, ya kita salat. Itu jalan kita menuju keberhasilan.”
Kalimatnya singkat, tidak rumit, tapi terasa dalam. Di tengah dunia yang makin sibuk ini, dia tetap memilih menomorsatukan Allah. Padahal banyak juga yang merasa sedang sibuk-sibuknya cari rezeki, sampai-sampai lupa bahwa salat itu kewajiban.
Saya jadi teringat ceramah Tuan Guru H. Muhammad Bakhiet, ia menjelaskan bahwa rezeki itu ada yang halal dan ada yang halal sekaligus tayyib. Kalau cari duit halal tapi lupa salat, bisa jadi cuma dapat yang halal, belum tentu itu tayyib. Karena keberkahan bukan hasil yang didapatkan, tapi juga cara mencapainya.
Di zaman sekarang, ketika banyak orang mengejar target, kerja tanpa henti, lari dari pagi sampai malam, namun masih ada yang berhenti sejenak untuk menyambut panggilan langit. Masih ada yang menaruh sujudnya di atas segala macam kesibukan dunia. Dan itu luar biasa.
Karena sesungguhnya, keberhasilan itu bukan cuma seberapa besar omzet atau seberapa ramai usahanya. Tapi juga soal seberapa dekat hubungan kita dengan Allah di tengah semua itu. Makin ke sini, makin terasa bahwa keberkahan hidup tidak bisa digantikan dengan apa pun. Apalagi kalau rezeki yang datang itu tidak cuma cukup, tapi juga tenang.
Cerita Suriadi mungkin tidak viral. Tapi kisahnya nyata, penuh perjuangan, juga penuh kesadaran. Bahwa dalam hidup ini, kita butuh banyak hal tapi yang paling utama tetaplah Allah.
Dan dari dapur kecil yang penuh semangat itu, pelan-pelan lahir kekuatan besar. Sebuah pengingat, bahwa meski rezeki harus dikejar, jangan pernah lupakan siapa Pemiliknya.
Wallahu a’lam.
*Kepala Bagian Promosi dan Komunikasi Publik BAZNAS Kalsel