Banjarmasin, 16 Oktober 2025 — Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) Provinsi Kalimantan Selatan terus memperkuat pengelolaan Zakat, Infak, dan Sedekah (ZIS) sebagai instrumen utama percepatan kesejahteraan masyarakat di Banua. Upaya ini diiringi dengan konsolidasi digital dan peningkatan tata kelola yang efektif.
Hal tersebut diungkapkan dalam Rapat Koordinasi Daerah (Rakorda) BAZNAS se-Kalimantan Selatan Tahun 2025 yang digelar di Asrama Haji Embarkasi Banjarmasin, Kamis (16/10).
Irhamsyah Safari, Ketua BAZNAS Provinsi Kalimantan Selatan, melaporkan progres positif dalam pengumpulan ZIS. “Hingga saat ini, total pengumpulan ZIS di Kalsel telah mencapai Rp73,59 miliar, atau sekitar 70 persen dari target ambisius sebesar Rp105,72 miliar tahun ini,” kata Irhamsyah.
Irhamsyah menuturkan, perkembangan signifikan ini tidak lepas dari implementasi masif digitalisasi zakat yang kini mulai akrab di kalangan masyarakat. BAZNAS Kalsel memanfaatkan berbagai kanal modern, seperti transfer bank, virtual account, dan sistem pembayaran Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS).
“Sebagian besar zakat di BAZNAS Kalsel kini dikumpulkan secara digital. Literasi dan kesadaran masyarakat meningkat berkat dukungan penuh dari Pemerintah Provinsi Kalsel, terutama dari Dinas Kominfo yang memfasilitasi publikasi melalui videotron indoor maupun outdoor,” ujarnya.
Penguatan sistem ini sejalan dengan hasil Indeks Zakat Nasional (IZN) 2024, di mana BAZNAS Kalsel berhasil meraih skor 0,56 dengan kategori Baik. Skor ini mencerminkan tata kelola zakat yang dinilai efektif dan berdampak nyata, baik dalam pemberdayaan ekonomi maupun pengentasan kemiskinan.
“Tata kelola, regulasi, dan pelayanan sosial kita cukup baik. Namun, masih banyak ruang yang harus kita tingkatkan agar manfaat zakat semakin luas dirasakan masyarakat,” tegas Irhamsyah, menekankan perlunya peningkatan berkelanjutan.
Sementara itu, Saidah Sakwan, Pimpinan BAZNAS RI Pembina Wilayah Kalsel, menyoroti besarnya potensi zakat di Kalimantan Selatan yang harus dikonsolidasikan. Menurutnya, potensi zakat di Kalsel mencapai Rp2,8 triliun per tahun.
Angka besar ini, kata Saidah, belum tergarap sepenuhnya dari berbagai sektor ekonomi strategis seperti pertambangan, pertanian, perkebunan, dan jasa.
“Potensi zakat di Kalsel sangat besar dan harus dikonsolidasikan untuk kesejahteraan masyarakat. Walaupun Kalsel sudah menjadi provinsi dengan tingkat kemiskinan nomor dua terendah di Indonesia, masih ada sekitar 129 ribu warga yang perlu kita bantu keluar dari kemiskinan,” jelas Saidah.
Ia menegaskan, dana zakat dapat menjadi instrumen strategis yang paling efektif dalam mempercepat pengurangan kemiskinan dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat Kalsel.
“Kalau sumber daya berasal dari Kalsel, maka masyarakat Kalsel juga harus merasakan manfaatnya. Saya mengajak para muzakki dan donatur untuk bersama-sama berkontribusi mengentaskan kemiskinan di Banua melalui BAZNAS,” pungkasnya, menutup Rakorda dengan pesan optimisme.