Antara Ilmu, Adab, dan Husnuzon

Oleh Muhammad Adi Riswan Al Mubarak

Menghadiri pengajian, mengikuti kajian online, membaca buku agama semua itu tentu kebaikan yang besar. Tapi ada satu pertanyaan yang patut kita renungkan, apakah semua itu sudah membentuk adab dalam diri kita?

Ada kalanya seseorang -bahkan kita sendiri- rajin menuntut ilmu, tapi belum bisa menahan lisannya. Kalimat-kalimatnya masih tidak bersahabat di telinga orang, mudah merendahkan orang lain, atau bicara tanpa pertimbangan. Padahal ilmu itu seharusnya melembutkan hati, bukan justru membuat kita merasa lebih tinggi dari yang lain.

Sikap seperti ini sering kali lahir karena hati kurang dilatih untuk husnuzon, yaitu berbaik sangka. Kita terlalu cepat menilai, terlalu mudah menyimpulkan, dan terlalu ringan menyebut kekurangan orang lain. Padahal kita tak pernah benar-benar tahu keadaan mereka yang sesungguhnya.

Orang yang berilmu semestinya tumbuh menjadi orang yang tenang, bukan hanya karena tahu banyak dalil, tapi karena ia paham betapa lemahnya manusia. Maka ia akan berusaha menahan lisan, menghindari prasangka, dan lebih banyak mendoakan ketimbang mengomentari.

Rasulullah ﷺ tidak hanya diutus untuk menyampaikan wahyu, tapi juga untuk menyempurnakan akhlak. Dan salah satu akhlak terbesar adalah husnuzon, baik sangka kepada sesama, dan kepada Allah. Sebab, orang yang terbiasa husnuzon akan lebih mudah menjaga lisan. Ia tak merasa perlu membicarakan orang lain, karena ia tahu, belum tentu dirinya lebih baik.

Adab itu bagian dari ilmu. Bahkan sebagian ulama dulu belajar adab bertahun-tahun sebelum mereka mempelajari kitab-kitab besar. Karena tanpa adab dan husnuzon, ilmu bisa berubah menjadi senjata yang menyakiti, bukan menyelamatkan.

Jadi, seberapa pun seringnya kita menghadiri pengajian, jangan lupa bertanya pada diri sendiri.
Apakah ilmu itu membuatku lebih lembut hatinya? Apakah lisanku semakin terjaga? Apakah aku belajar berbaik sangka dan bersabar terhadap sesama?

Ilmu yang benar akan memperhalus lisan dan memperluas dada. Dan orang yang benar-benar belajar akan makin sadar bahwa menjaga husnuzon itu bagian dari ibadah hati yang tak kalah penting dari ibadah lisan.

Semoga ilmu yang kita cari membawa kita pada kerendahan hati, bukan pada perasaan lebih tinggi. Dan semoga lisan kita menjadi saksi kebaikan, bukan penyebab luka bagi orang lain.

Wallahu a’lam.

*Kepala Bagian Promosi dan Komunikasi Publik BAZNAS Kalsel

 

Leave a Reply